Ads 468x60px

Sabtu

0 Semakin Lucu Negeri Ini


“Orang yang berpendidikan yang nyopet itu tidak seperti copet, tapi koruptor!” kemudian ditimpali oleh seorang murid “Iya bang, kita pengen jadi koruptor! Hidup Koruptor!” .

Kutipan dialog di atas kami kutip dari film Alangkah Lucunya (Negeri ini) karya Deddy Mizwar. Syamsul (diperankan oleh Asrul Dahlan) seorang sarjana pendidikan yang masih nganggur sedang memberikan pelajaran kepada para pencopet cilik.

Syamsul dan Pipit (diperankan oleh Tika Bravani) adalah orang yang diajak Muluk (Reza Rahardian) untuk menjalankan proyek yang diberi nama Pengembangan Sumber Daya Manusia.

Meskipun film ini telah lama ditayangkan – 15 April 2010 – tapi masih terngiang di kepala kami beberapa adegan yang menggambarkan kekonyolan sekaligus sindiran Sang Sutradara Deddy Mizwar terhadap kondisi Negaranya. Kondisi Negara yang carut marut dalam semua lini!

Setelah beberapa kejadian lucu dalam masalah Century, Gayus, KPK, Polri dan beberapa kejadian lucu lainnya, persoalan terbaru pada hari Jum’at, 7 Januari 2011 dilaksanakan Pelantikan Walikota Tomohon, Jefferson Soleiman Montesqieu Rumajar, seorang terdakwa koruptor yang pada tanggal 14 Juli 2010 telah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka korupsi penyalahgunaan APBD Kotamadya Tomohon pada tahun 2006-2008. 

Ternyata tidak hanya sampai disitu kelucuan dari masalah Walikota Tomohon itu, tetapi  masih berlanjut pada pelantikan pejabat eselon III di Lapas Cipinang sehari setelahnya. Menggelikan bukan? Pejabat yang diambil sumpahnya itu menyatakan untuk tidak melanggar sumpah jabatan termasuk korupsi, sedangkan Walikota Tomohon yang melantik justru terpidana korupsi. Ironis!

Kasus Jefferson adalah sebuah contoh atau bukti nyata sebuah sistem hukum yang carut marut di Indonesia. Perampok Anggaran Pendapatan Negara sebesar Rp. 19,8 miliar pun dihadiahi jabatan Walikota. 

Meskipun Komisi Pemberantasan Korupsi telah memerintahkan Kementerian Dalam Negeri segera menonaktifkan Walikota Tomohon Jefferson tersebut, namun tetap saja langkah tersebut tak menjadi obat atas sakitnya kondisi hukum Negara kita.

Untuk itu celah hukum dalam tata cara pilkada yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah harus segera direvisi, agar melarang seseorang yang sedang berurusan dengan hukum sebagai terdakwa atau tersangka mencalonkan diri. 

Hukuman gantung buat para koruptor sedianya harus dengan rela kita berlakukan. Setidaknya para koruptor atau yang berniat menjadi koruptor berfikir dua kali untuk melakukan pencurian terhadap uang yang tidak halal untuknya.

Partai politik sebagai kendaraan dalam berkontestasi juga harusnya pandai dalam melakukan screening terhadap kandidat yang diusungnya. Menelusuri rekam jejak / sejarah hidup yang tertulis sebagai salah satu persyaratan harusnya diteliti dengan lebih seksama disertai dengan ‘cek dan recek’ di lapangan. Agar fenomena yang terjadi di Kota Tomohon tidak terjadi lagi. 

Tak kalah pentingnya, Gerakan Pemilih Cerdas harus dilakukan oleh para tokoh intelektual, agar masyarakatnya tidak tertipu oleh topeng yang digunakan oleh perampok uang rakyat.  Mahasiswa tentu bisa mengambil peran-peran tersebut.

Menjelang berakhirnya tulisan ini izinkan kami sekali lagi mengutip teriakan Syamsul dalam film Alangkah Lucunya (Negeri Ini). “…, yang paling besar dosanya mereka yang korupsi! Mereka yang habisin duit rakyat! Yang biarin rakyatnya melarat. Yang biarin rakyatnya jadi tukang Copet”
Mungkin benar kata Adhie M. Massardi dalam sajaknya “Di republik kebohongan, hukum hanyalah alat kekuasaan. Bagi mereka penjara hanya kata besi. Tak ada tembok apalagi terali besi”.  

sumber : http://kampus.okezone.com/read/2011/01/13/95/413602/semakin-lucu-negeri-ini

0 komentar:

Posting Komentar